Asbabun Nuzul Surah An-Nur Ayat 11

Asbabun Nuzul Surah An-Nur Ayat 11

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ


اِنَّ الَّذِيْنَ جَاۤءُوْ بِالْاِفْكِ عُصْبَةٌ مِّنْكُمْۗ لَا تَحْسَبُوْهُ شَرًّا لَّكُمْۗ بَلْ هُوَ خَيْرٌ لَّكُمْۗ لِكُلِّ امْرِئٍ مِّنْهُمْ مَّا اكْتَسَبَ مِنَ الْاِثْمِۚ وَالَّذِيْ تَوَلّٰى كِبْرَهٗ مِنْهُمْ لَهٗ عَذَابٌ عَظِيْمٌ ﴿١١

innallażīna jā`ụ bil-ifki 'uṣbatum mingkum, lā taḥsabụhu syarral lakum, bal huwa khairul lakum, likullimri`im min-hum maktasaba minal-iṡm, wallażī tawallā kibrahụ min-hum lahụ 'ażābun 'aẓīm

Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu (juga). Janganlah kamu mengira berita itu buruk bagi kamu bahkan itu baik bagi kamu. Setiap orang dari mereka akan mendapat balasan dari dosa yang diperbuatnya. Dan barangsiapa di antara mereka yang mengambil bagian terbesar (dari dosa yang diperbuatnya), dia mendapat azab yang besar (pula). (11)


Sebab Turunnya Ayat

Al-Bukhari dan Muslim serta yang lain meriwayatkan dari Aisyah, dia berkata, “Apabila Rasulullah hendak mengadakan perjalanan, beliau biasanya mengundi di antara para istrinya. Siapa yang namanya keluar maka dialah yang ikut bersama beliau. Dalam suatu peperangan, beliau mengundi kami, karena namaku yang keluar maka aku pun ikut pergi bersama beliau. Hal itu terjadi setelah diwajibkannya hijab. Maka aku pun diangkut di atas tandu dan tetap tinggal di dalamnya. Ketika Rasulullah selesai dari peperangan dan kami sedang dalam perjalanan pulang serta sudah dekat dengan Madinah, suatu malam beliau mengumumkan hendak melanjutkan perjalanan. Setelah menyelesaikan hajat, aku kembali ke tandu. Tapi ketika ku sentuh dada, kalungku buatan Azhfaar telah putus. Maka aku pun kembali ke tempat semula untuk mencari kalung. Aku masih di sana untuk mencarinya, sementara orang-orang yang mengangkut tandu sudah datang dan mereka pun mengangkatnya. Mereka menaikkannya ke unta. Mereka mengira aku berada di dalam tandu. Wanita pada masa itu tubuhnya ringan, tidak berat oleh daging. Mereka hanya makan sesuap makanan. Karena itulah para pengangkut tandu itu tidak merasa heran dengan ringannya tandu ketika mereka mengangkatnya. Mereka tuntun unta tersebut lalu berangkat. Aku baru menemukan kalungku setelah rombongan pergi. Ketika tiba di tempat peristirahatan mereka tadi, tak seorang pun kelihatan. Akhirnya aku menuju tempat istirahat tadi. Aku pikir mereka akan menyadari bahwa aku tidak ada bersama mereka dan mereka akan kembali untuk mencari. Ketika aku duduk, aku merasa mengantuk sehingga tertidur. Ketika itu Shafwan ibnul-Mu’aththal as-Sularni berjalan di belakang pasukan, dan pagi hari itu dia sampai di tempatku. Ia melihat sesosok manusia sedang tidur dan segera ia mengenalku begitu melihatku. Dia memang pernah melihatku sebelum diwajibkannya hijab. Aku terbangun mendengar suaranya mengucapkan, ‘Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun!’ Maka aku pun buru-buru menutupi wajahku dengan jilbabku. Demi Allah, dia tidak mengucapkan sepatah kata pun kepadaku selain ucapan tarajii’nya tadi. Ia hanya mendudukkan untanya, lalu aku pun menaikinya. Kemudian dia menuntun unta sampai kami tiba di pasukan yang sedang berhenti untuk beristirahat di siang hari yang terik. Maka, binasalah orang yang menyebarkan gosip tentang diriku. Orang yang paling giat dalam hal itu adalah Abdullah bin Ubay bin Salul. Aku tiba di Madinah, lalu selama sebulan aku jatuh sakit, sementara orang-orang memperbincangkan perkataan ahlul-ifki (para penyebar gosip) sedangkan aku tidak rnenyadarinya sama sekali. Barulah ketika aku agak sehat dan aku keluar bersama Ummu Misthah menuju Manaashi’—yaitu tempat buang hajat kami— tiba-tiba Ummu Misthah terjatuh dan ia mengatakan, ‘Celakalah Misthah!’ Aku berkata, ‘Buruk sekali ucapanmu! Mengapa engkau memaki seseorang yang ikut Perang Badar?!’ Ia menjawab, ‘belumkah kamu mendengar apa yang ia katakan?’ Aku bertanya, ‘Apa yang ia katakan?’ Ia lalu memberi tahuku tentang perkataan ahlul ifki, sehingga penyakitku tambah parah. Ketika Rasulullah masuk ke kamarku, aku berkata, ‘Apakah engkau mengizinkan aku mengunjungi orang tuaku?’ Aku sebetulnya hanya ingin memastikan berita itu dari mereka. Beliau mengizinkan. Lalu aku mendatangi orang tuaku. Aku bertanya kepada ibuku, ‘Ibu, apa yang diperbincangkan orang-orang?’ Ia menjawab, ‘Oh anakku, lapangkan hatimu. Demi Allah, kalau seorang wanita sangat cantik dan dicintai suaminya serta dia punya madu, pasti madunya akan mengganggunya.’ Aku berkata, ‘Subhanallah! Apa benar orang-orang membicarakan hal itu?’ Aku pun menangis malam itu sampai pagi, tidak pernah berhenti air mataku mengalir dan tidak sekejap pun aku tidur. Lalu paginya aku masih menangis. Kemudian Rasulullah memanggil Ali bin Abi Thalib dan Usamah bin Zaid ketika wahyu tidak turun-turun. Beliau meminta pendapat mereka berdua tentang kemungkinan menceraikan istrinya. Usamah mengemukakan pandangannya tentang apa yang ia ketahui mengenai ketidakbersalahan istri beliau. Katanya,”Wahai Rasulullah, ia adalah istri Anda, dan kami tidak mengetahui kecuali kebaikan!’ Sedangkan Ali berkata, ‘Allah tidak memberi kesempitan kepada Anda. Wanita selain dia banyak. Kalau Anda menanyai budak wanita itu, pasti dia akan menjawab sejujurnya.’ Maka beliau memanggil Bariirah dan berkata,”Hai Bariirah, apakah kamu melihat sesuatu yang mencurigakanmu pada diri Aisyah?’ Bariirah menjawab, ‘Demi Allah yang mengutus Anda dengan kebenaran, aku tidak melihat sesuatu yang aku ragukan pada dirinya selain fakta bahwa dia hanyalah seorang gadis belia yang ketiduran menjaga adonan keluarganya sehingga datang ayam yang memakannya.’ Mendengar itu, Rasulullah bangkit dan berdiri di atas mimbar. Lalu beliau meminta uzur bagi Abdullah bin Ubay. Kata beliau, ‘Wahai kaum muslimin, siapa yang maklum kalau aku ambil tindakan atas seseorang yang menyakiti aku dengan memfitnah istriku? Demi Allah, aku tidak mengetahui selain kebaikan pada istriku!’ Hari itu aku masih menangis, air mataku tidak pernah berhenti menetes. Lalu malam itu juga aku masih menangis, air mataku tidak pernah berhenti turun, dan aku tidak pernah tidur. Kedua orang tuaku mengira bahwa tangis akan merusak hatiku. Ketika mereka duduk di dekatku sementara aku menangis, tiba-tiba seorang wanita Anshar minta izin masuk. Setelah kuizinkan, ia duduk dan menangis bersamaku. Kemudian Rasulullah datang, mengucapkan salam, lalu duduk. Sudah sebulan beliau tidak menerima wahyu mengenai urusanku. Beliau mengucapkan syahadat, lalu bersabda, ‘Amma ba’du. Aisyah, aku mendengar begini dan begitu tentang dirimu. Kalau kamu tidak bersalah, pasti Allah akan menyatakanmu tidak bersalah. Tapi kalau kamu telah melakukan suatu dosa, mintalah ampun kepada Allah dan bertobatlah, sebab kalau seorang hamba mengakui dosanya dan bertobat maka Allah akan menerima tobatnya.’ Usai beliau berkata demikian, aku katakan kepada ayahku, ‘Tolong aku menjawab Rasulullah!’ Ia berkata,”Demi Allah, aku tidak tahu apa yang mesti kukatakan!’ Lalu aku katakan kepada ibuku, ‘Tolong aku menjawab Rasulullah!’ Tapi ia juga berkata, ‘Demi Allah, aku tidak tahu apa yang mesti kukatakan!’ Akhirnya aku berkata— sementara aku hanyalah seorang gadis belia, ‘Demi Allah, aku tahu kalian telah mendengar hal ini hingga ia mantap dalam hati kalian dan kalian membenarkannya. Kalau kukatakan kepada kalian bahwa aku tidak bersalah—dan Allah tahu bahwa aku tidak bersalah—pasti kalian tidak akan percaya ucapanku.’ Dalam sebuah riwayat, ‘Tapi kalau aku mengakui sesuatu pada kalian—padahal Allah tahu bahwa aku tidak melakukannya—pasti kalian percaya ucapanku. Dan demi Allah, aku tidak menemukan perumpamaan tentang aku dan kalian kecuali seperti perkataan ayah Yusuf, maka hanya bersabar itulah yang terbaik (bagiku). Dan kepada Allah saja memohon pertolongan-Nya terhadap apa yang kamu ceritakan.” (Yusuf : 18) Lalu aku bergeser dan berbaring di pembaringan. Demi Allah, Rasulullah belum meninggalkan tempat duduknya, dan belum keluar seorang pun dari dalam rumah, hingga Allah menurunkan wahyu kepada Nabi saw. sehingga seperti biasanya tubuh beliau bergetar. Setelah selesai, perkataan pertama yang diucapkannya adalah, ‘Bergembiralah, Aisyah! Allah telah menyatakan kamu tidak bersalah!’ Ibuku segera berkata kepadaku, ‘Bangun dan hampirilah dia!’ Aku berkata,”Demi Allah, aku tidak mau menghampirinya. Aku hanya mau memuji Allah, sebab Dialah yang menurunkan pernyataan kesucianku.’ Allah menurunkan ayat, ‘Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga,’ sepuluh ayat. Maka Abu Bakar berkata,’Demi Allah, aku tidak akan memberinya nafkah setelah apa yang ia katakan tentang Aisyah!’ Maka Allah menurunkan firman-Nya ayat 22