Tafsir Al-Qur'an Surah At-Tahrim Ayat 1

Tafsir Al-Qur'an Surah At-Tahrim Ayat 1

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ

يٰٓاَيُّهَا النَّبِيُّ لِمَ تُحَرِّمُ مَآ اَحَلَّ اللّٰهُ لَكَۚ تَبْتَغِيْ مَرْضَاتَ اَزْوَاجِكَۗ وَاللّٰهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ ﴿١

yā ayyuhan-nabiyyu lima tuḥarrimu mā aḥallallāhu lak, tabtagī marḍāta azwājik, wallāhu gafụrur raḥīm

Wahai Nabi! Mengapa engkau mengharamkan apa yang dihalalkan Allah bagimu? Engkau ingin menyenangkan hati istri-istrimu? Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.


Tafsir Ibnu Katsir

Tafsir Surah At-Tahrim Ayat: 1
*Ulama tafsir berbeda pendapat sehubungan dengan asbabun nuzul yang melatarbelakangi penurunan permulaan surat At-Tahrim ini.

*Menurut suatu pendapat, ayat ini diturunkan berkenaan dengan peristiwa Mariyah Al-Qibtiyyah, lalu Rasulullahﷺ mengharamkannya bagi dirinya (yakni tidak akan menggaulinya lagi). Maka turunlah firman Allahﷻ: ( Hai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah menghalalkannya bagimu; kamu mencari kesenangan hati istri-istrimu? ) (At-Tahrim, 66:1), hingga akhir ayat.

*Abu Abdur Rahman An-Nasai mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Yunus ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, dari Sabit, dari Anas, bahwa Rasulullahﷺ mempunyai seorang budak perempuan yang beliau gauli, lalu Siti Aisyah dan Siti Hafsah terus-menerus dangan gencarnya menghalang-halangi Nabiﷺ untuk tidak mendekatinya lagi hingga pada akhirnya Nabiﷺ mengharamkan budak itu atas dirinya. Maka Allahﷻ menurunkan firman-Nya: ( Hai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah menghalalkannya bagimu? ) (At-Tahrim, 66:1), hingga akhir ayat.

*Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ibnu Abdur Rahim Al-Burfi, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Maryam, telah menceritakan kepada kami Abu Gassan, telah menceritakan kepadaku Zaid ibnu Aslam, bahwa Rasulullahﷺ menggauli ibu Ibrahim di rumah salah seorang istri beliauﷺ Maka istri beliauﷺ berkata, "Hai Rasulullah, teganya engkau melakukan itu di rumahku dan di atas ranjangku. Maka Nabiﷺ mengharamkan ibu Ibrahim itu atas dirinya. Lalu istri beliauﷺ bertanya, "Hai Rasulullah, mengapa engkau haramkan atas dirimu hal yang halal bagimu? Dan Nabiﷺ bersumpah kepada istrinya itu bahwa dia tidak akan menggauli budak perempuannya itu lagi. Maka Allah menurunkan firman-Nya: ( Hai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah menghalalkannya atas dirimu? ) (At-Tahrim, 66:1)

*Zaid ibnu Aslam mengatakan bahwa ucapan Nabiﷺ, "Engkau haram bagiku, adalah laghwu (tiada artinya). Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Abdur Rahman ibnu Zaid, dari ayahnya.

*Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yunus, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, dari Malik, dari Zaid ibnu Aslam yang mengatakan bahwa Nabiﷺ berkata kepada ibu Ibrahim: Engkau haram atas diriku. Demi Allah, aku tidak akan menggaulimu.

*Sufyan As-Sauri dan Ibnu Aliyyah telah meriwayatkan dari Daud ibnu Abu Hindun, dari Asy-Sya'bi, dari Masruq yang mengatakan bahwa Rasulullahﷺ melakukan sumpah ila dan mengharamkan budak perempuannya itu atas dirinya. Lalu beliauﷺ ditegur melalui surat At-Tahrim dan diperintahkan untuk membayar kifarat sumpahnya. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir, dan hal yang semisal telah diriwayatkan dari Qatadah dan lain-lainnya, dari Asy-Sya'bi. Hal yang semisal telah dikatakan pula oleh bukan hanya seorang dari ulama salaf, antara lain Ad-Dahhak, Al-Hasan, Qatadah, dan Muqatil ibnu Hayyan. Al-Aufi telah meriwayatkan kisah ini dari Ibnu Abbas secara panjang lebar.

*Ibnii Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Yahya, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ishaq, dari Az-Zuhri, dari Ubaidillah ibnu Abdullah, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa ia pernah bertanya kepada Umar ibnul Khattab, "Siapakah kedua wanita itu? Umar ibnul Khattab menjawab, "Keduanya adalah Aisyah dan Hafsah. Permulaan kisahnya ialah berkenaan dengan ibu Ibrahim (yaitu Mariyah Al-Qjibtiyyah). Nabiﷺ menggaulinya di rumah Hafsah di hari gilirannya, maka Hafsah mengetahuinya, lalu berkata, "Hai Nabi Allah, sesungguhnya engkau telah melakukan terhadapku suatu perbuatan yang belum pernah engkau lakukan terhadap seorang pun dari istri-istrimu. Engkau melakukannya di hari giliranku dan di atas peraduanku. Maka Nabiﷺ menjawab: Puaskah engkau bila aku mengharamkannya atas diriku dan aku tidak akan mendekatinya lagi? Hafsah menjawab, "Baiklah. Maka Nabi pun mengharamkan dirinya untuk menggauli Mariyah, Nabiﷺ bersabda, "Tetapi jangan kamu ceritakan hal ini kepada siapa pun. Hafsah tidak tahan, akhirnya ia menceritakan kisah itu kepada Aisyah. Maka Allahﷻ menampakkan (memberitahukan) hal itu kepada Nabiﷺ, dan Allahﷻ menurunkan firman-Nya: ( Hai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah menghalalkannya bagimu; kamu mencari kesenangan hati istri-istrimu? ) (At-Tahrim, 66:1) hingga beberapa ayat sesudahnya. Maka telah sampai kepada kamu suatu berita yang menyebutkan bahwa Rasulullahﷺ membayar kifarat sumpahnya dan kembali menggauli budak perempuannya itu.

*Al-Haisam ibnu Kulaib mengatakan di dalam kitab musnadnya, bahwa telah menceritakan kepada kami Abu Qilabah alias Abdul Malik ibnu Muhammad Ar-Raqqasyi, telah menceritakan kepada kami Muslim ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Jarir ibnu Hazim, dari Ayyub, dari Nafi', dari Ibnu Umar, dari Umar yang menceritakan bahwa Nabiﷺ pernah bersabda kepada Hafsah: Janganlah engkau ceritakan kepada siapa pun, dan sesungguhnya ibu Ibrahim haram atas diriku. Hafsah bertanya, "Apakah engkau mengharamkan apa yang dihalalkan Allah bagimu? Nabiﷺ bersabda, "Demi Allah, aku tidak akan mendekatinya lagi. Dan Nabiﷺ tidak mendekatinya lagi sampai Hafsah menceritakan peristiwa itu kepada Aisyah. Maka Allah menurunkan firman-Nya: ( Sesungguhnya Allah telah mewajibkan kepada kamu sekalian membebaskan diri dari sumpahmu. ) (At-Tahrim, 66:2)

*Sanad hadis ini sahih, tetapi tiada seorang pun dari Sittah yang mengetengahkannya. Hadis ini dipilih oleh Al-Hafiz Ad-Diya Al-Maqdisi di dalam kitabnya yang berjudul Al-Mustakhraj.

*Ibnu Jarir mengatakan pula, telah menceritakan kepadaku Ya'qub ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Ibnu Aliyyah, telah menceritakan kepada kami Hisyam Ad-Dustuwa-i yang mengatakan bahwa Yahya menulis surat kepadanya menceritakan hadis yang ia terima dari Ya'la ibnu Hakim, dari Sa'id ibnu Jubair, bahwa Ibnu Abbas pernah mengatakan sehubungan dengan ucapan pengharaman terhadap seorang istri, bahwa itu merupakan sumpah yang dapat dihapus dengan membayar kifaratnya. Dan Ibnu Abbas membaca firman-Nya: ( Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu. ) (Al-Ahzab, 33:21) Yakni Rasulullahﷺ pernah mengharamkan budak perempuannya atas dirinya. Maka Allah menurunkan firman-Nya: ( Hai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah menghalalkannya bagimu? ) (At-Tahrim, 66:1) sampai dengan firman-Nya: ( Sesungguhnya Allah telah mewajibkan kepada kamu sekalian membebaskan diri dari sumpahmu. ) (At-Tahrim, 66:2) Maka beliauﷺ membayar kifarat sumpahnya, dan menjadikan kata pengharamannya itu sebagai sumpah yang telah dia hapuskan dengan membayar kifaratnya.

*Imam Bukhari meriwayatkannya dari Mu'az ibnu Fudalah, dari Hisyam Ad-Dustuwa-i, dari Yahya ibnu Abu Kasir, dari Abu Hakim alias Ya'la dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa dalam kasus pengharaman yang halal ada kifaratnya karena dianggap sebagai sumpah. Dan Ibnu Abbas membaca firman-Nya: ( Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu. ) (Al-Ahzab, 33:21)

*Demikianlah menurut riwayat Imam Muslim dari hadis Hisyam Ad-Dustuwa-i dengan sanad yang sama.

*Imam Nasa'i mengatakan, telah menceritakan kepadaku Abdullah ibnu Abdus Samad ibnu Ali, telah menceritakan kepada kami Makhlad (yakni Ibnu Yazid), telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Salim, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa ia pernah kedatangan seorang lelaki, lalu lelaki itu bertanya, "Sesungguhnya aku telah mengharamkan istriku atas diriku. Ibnu Abbas menjawab, "Engkau dusta, dia tidak haram atas dirimu. Kemudian Ibnu Abbas membaca firman Allahﷻ: ( Hai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah menghalalkannya bagimu? ) (At-Tahrim, 66:1) Kamu harus membayar kifarat yang terberat, yaitu memerdekakan budak. Imam Nasa'i meriwayatkannya melalui jalur ini dengan lafaz yang sama.

*Imam Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Zakaria, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Raja, telah menceritakan kepada kami Israil, dari Muslim, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: ( Hai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah menghalalkannya bagimu? ) (At-Tahrim, 66:1) Bahwa Rasulullahﷺ pernah mengharamkan budak perempuannya atas dirinya. Berangkat dari pengertian ini maka ada sebagian ulama fiqih yang mengatakan bahwa diwajibkan membayar kifarat bagi seseorang yang mengharamkan budak perempuannya, atau istrinya, atau suatu makanan atau suatu minuman atau suatu pakaian atau sesuatu yang lain yang diperbolehkan. Ini menurut mazhab Imam Ahmad dan segolongan ulama.

*Imam Syafi'i berpendapat bahwa tidak wajib baginya membayar kafarat apa pun kecuali dalam kasus pengharaman terhadap istri atau budak perempuan, jika yang bersangkutan mengharamkan diri keduanya dengan jelas, atau memutlakkan pengharamannya terhadap keduanya, menurut suatu pendapat di kalangan mazhabnya. Adapun jika seorang lelaki dalam pengharamannya itu berniat menceraikan istrinya atau memerdekakan budak perempuannya, maka berlakukan hal itu terhadap keduanya.

*Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepadaku Abu Abdullah Az-Zahrani, telah menceritakan kepadaku Hafs ibnu Umar Al-Adni, telah menceritakan kepadaku Al-Hakam ibnu Aban, telah menceritakan kepadaku Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: ( Hai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah menghalalkannya bagimu? ) (At-Tahrim, 66:1) Bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan wanita yang menghibahkan (menyerahkan) dirinya untuk dinikahi oleh Nabiﷺ Tetapi hal ini merupakan pendapat yang garib.

*Pendapat yang benar menyatakan bahwa hal ini terjadi berkenaan dengan pengharaman Nabiﷺ terhadap madu (putih), sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam tafsir ayat ini.

*Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Musa, telah menceritakan kepadaku Hisyam ibnu Yusuf, dari Ibnu Juraij, dari Ata, dari Ubaid ibnu Umair, dari Aisyah yang mengatakan bahwa dahulu Nabiﷺ suka minum madu (putih) di rumah Zainab binti Jahsy, lalu tinggal bersamanya di rumahnya. Maka aku (Aisyah) dan Hafsah sepakat untuk melakukan suatu tindakan, bahwa kepada siapa pun di antara kami berdua beliauﷺ masuk, maka hendaklah ia mengatakan kepadanya, "Engkau telah makan magafir (madu putih yang rasanya enak, tetapi baunya tidak enak), karena sesungguhnya aku mencium bau magafir darimu. Maka Nabiﷺ bersabda: "Tidak, tetapi aku baru saja meminum madu biasa di rumah Zainab binti Jahsy, maka aku tidak akan meminumnya lagi; dan sesungguhnya aku telah bersumpah untuk itu, maka janganlah engkau ceritakan hal ini kepada siapa pun. Maka Allah menurunkan firman-Nya: ( kamu mencari kesenangan hati istri-istrimu. ) (At-Tahrim, 66:1)

*Demikianlah menurut riwayat Imam Bukhari dalam tafsir ayat ini dengan lafaz sebagaimana yang tersebut di atas.

*Dan di dalam Kitabul Aiman dan Nuzur Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami Al-Hajjaj, dari Ibnu Juraij yang mengatakan bahwa Ata mengira dirinya pernah mendengar Ubaid ibnu Umair mengatakan bahwa ia pernah mendengar Siti Aisyah bercerita bahwa Rasulullahﷺ dahulu suka tinggal di tempat Zainab binti Jahsy dan minum madu di rumahnya. Maka Aku (Aisyah dan Hafsah) mengadakan kesepakatan bahwa kepada siapa pun di antara kami berdua Nabiﷺ menggilirnya, hendaklah ia mengatakan kepadanya, "Sesungguhnya aku mencium darimu bau magafir, engkau pasti telah makan magafir. Lalu Nabiﷺ menggilir salah seorang dari keduanya, maka istri yang digilirnya mengatakan kepadanya hal tersebut, lalu Nabiﷺ berkata kepadanya: Tidak, bahkan aku hanya minum madu di rumah Zainab binti Jahsy, dan aku tidak akan meminumnya lagi. Maka turunlah firman Allahﷻ: ( Hai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah menghalalkannya bagimu? ) (At-Tahrim, 66:1) sampai dengan firman-Nya: ( Jika kamu berdua bertobat kepada Allah, maka sesungguhnya hati kamu berdua telah condong (untuk menerima kebaikan). ) (At-Tahrim, 66:4) Kamu berdua ini ditujukan kepada Aisyah dan Hafsah. ( Dan ingatlah ketika Nabi membicarakan secara rahasia kepada salah seorang dari istri-istrinya (Hafsah) suatu peristiwa. ) (At-Tahrim, 66:3) Ini karena ada sabda Nabiﷺ yang mengatakan: "Tidak, aku telah minum madu.

*Ibrahim ibnu Musa, dari Hisyam, mengatakan bahwa sabda Nabiﷺ tersebut ialah: "Dan aku tidak akan mengulanginya lagi; sesungguhnya aku telah bersumpah (untuk tidak mengulanginya lagi), maka janganlah engkau ceritakan kepada siapa pun.

*Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Bukhari di dalam Kitabut Talaq dengan sanad yang sama dan lafaz yang mirip dengan hadis di atas.

*Kemudian Imam Bukhari mengatakan bahwa magafir mirip dengan getah yang terdapat pada batang kayu, getah ini rasanya manis. Bila dikatakan agfarar ramsu artinya batang kayu itu mengeluarkan getahnya. Bentuk tunggalnya ialah magfur, ada juga yang mengatakan magafir. Hal yang sama telah dikatakan oleh Al-Jauhari, bahwa adakalanya getah yang dimaksud berasal dari pohon aysr, sammam, salam, dan talh. Al-Jauhari mengatakan bahwa ar-rimsi adalah sejenis semak yang sering dimakan oleh ternak unta. Al-Jauhari mengatakan bahwa 'urfut adalah nama sebuah pohon dari jenis pohon 'udah yang biasa mengeluarkan getah putih yang disebut magfur.

*Imam Muslim telah meriwayatkan hadis ini di dalam kitab Talaq, bagian dari kitab sahihnya, dari Muhammad ibnu Hatim, dari Hajjaj ibnu Muhammad, dari Ibnu Juraij, telah menceritakan kepadaku Ata, dari Ubaid ibnu Umair, dari Aisyah dengan sanad yang sama, sedangkan lafaznya sama dengan apa yang diketengahkan oleh Imam Bukhari di dalam Kitabul Aiman wan Nuzur.


Tafsir Jalalain  Tafsir Muyassar